sejarah tradisi erau
Erau adalah salah satu kekayaan budaya Indonesia yang yang bersumber dari
tradisi kesultanan kutai kartanegara ing martadipura yang dilaksanakan ratusan
tahun yang lampau dengan tata cara dan ritual yang masih terjaga kemurnian dan
filosofinya. Secara etimologis erau merujuk kepada bahasa lokal / daerah etnis kutai dan disebut pula eroh,
yang berarti ramai, hilir mudik, bergembira, berpestaria yang dilaksanakan
secara adat oleh kesultanan/ kerabat kerjaan dengan maksud atau hajat tertentu
dan diikuti oleh masyarakat umum
(menyeluruh)dalam wilayah administrative kerajaan / kesultanan.
Dalam hakikatnya, erau pertama kali dilaksanakan padasekitar abadke-12,
ketika aji batara agung dewasakti,putra tunggal dari petinggi negeri jahitanlayar, menginjak usia 5
tahun. Pada saat itulah diadakan upacara tinjak tanah dan mendiketepian,
sebagai pertanda bahwa beliau telah boleh keluar dari rumah dan bermain-main
sebagaimana anak seusianya. Pada acara erau ini seluruh masyarakat
bergembira-ria selama 40hari 40malam,berpesta dengan aneka hidangan istimewa dan berbagai macam hiburan. Setelah dewasa dan dikukuhkan sebagai
raja kutai kartanegara yang pertama (1300-1325), juga diadakanupacara erau.
Sejak itulah erau dengan segala bentuk keramaian dan ritual sakralnya selalu
diadakan setiap terjadi penggantian atau penobatan raja-raja kutai kartanegara.
Pelaksanaan upacara erau dilakukan oleh kerabat keratin/ istana dengan
mengundang seluruh tokoh pemuka masyarakat yang mengabdi kepada kerajaan.
Merekadatang dari seluruh pelosok wilayah kerajaan dengan membawa bekal bahan
makanan, ternak, buah-buahan, dan juga para seniman. Dalamupacara erau ini,
raja/sultan serta kerabat keraton lainya memberikan jamuan makan kepada rakyat
dengan memberikan pelayanan dengan sebaik-baiknya sebagai tanda terima kasih
raja/sultan atas pengabdian rakyatnya.
Setelah
berakhirnya masa pemerintahan kesultanan kutaikartanegara pada tahun 1960,
wilayahnya menjadi daerah otonomi yakni kabupaten kutai. Tradisi erau tetap
dipelihara dan dilestarikan oleh kerabat kesultanan, dalam lingkup terbatas.
Pelaksanaan erau yang terakhir menurut tata cara kesultanan kutaikartanegara
pada tahun 1965, ketika diadakan upacara pengangkatanputr mahkota kesultanan
kutai kartanegara, aji pangeran adipatipraboeanoemsoeryaadingrat.
Sedangkan erau sebagai upacara adat kutai dalam usaha pelestarian budaya dari pemda kabupaten kutai baru diadakan pada tahun 1971 atas prakarsa bupati kutai pada saat itu, drs. H. achmad dahlan. Upacara erau dilakanakan 2 tahun sekali dan dikaitkan dengan peringatan ulang tahun kota tenggarong yang berdirisejak 28 september 1782. Atas petunjuk sultan kutai kartanegara yang terakhir, sultan a.m parikesit, maka erau dapat dilaksanakan pemda kutai kartanegara dengan kewajiban untuk mengerjakan beberapa upacara adat tertentu, tidak boleh mengerjakan upacara tijak kepala dan pemberian gelar, dan beberapa kegiatan yang diperbolehkan seperti upacara adat lain dari suku dayak, kesenian dan olah raga/ ketangkasan. Dalam pengembangan berikutnya, upacara erauselain sebagai upacara penobatan raja/sultan, juga untuk pemberian gelar dari raja kepada tokoh atau pemuka masyarakat yang dianggap berjasa terhadap kerajaan.
Pada saat ini erau adat dilingkup kesultanan
kutaikartanegara bias dibedakan menjadi 3 yaitu:
Erau tepong tawar
Adalah
erau adat yang dilaksanakan oleh kerabat keratin pada waktu tertentu
(ditetapkan) berdasarkan keinginan (hajat) terhadap suatu pekerjaan. Dalam
pelaksanaan ini raja bergerak bebas, artinya tidak melakukan batasan tertentu
yang disebut “TUHING”.
Erau pelas tahun
Adalah
erau adat yang dilaksanakan oleh kerabat keratonberhubungan dengan aktivitas
kehidupan rakyat (masyarakat) yang bertujuan untuk membersihkan segala macam
hal yang mengganggu sumber-sumber kehidupan dipermukaan bumi dalam wilayah
kesultanan.
Erau beredar dikutai
Adalah
erau adat yang dilaksanakan oleh kerabat keraton dalam rangka pengukuhan,
pengangkatan, penabalan, dan segala yang berkaitan dengan “ketahtaan”
dikerajaan. Dalam pelaksanaan erau ini melakukan “tuhing” yaitu tidak menginjak
tanah pada waktu tertentu, kecuali diatas kain alas bumi yang dihampar ketempat
tujuan.
Dalam
pelaksanaan eraudiera modern, pemerintah kabupaten kutai kartanegara telah
beberapa kali merubah kebijakan berkait jadwal-jadwal pelaksanaan erau. Sejak
tahun 1971, erau selaludilaksanakan pada bulan September, bersamaan dengan
peringatan hari jadi kota tenggarong. Pada tahun 2004 dan 2008, erau
dilaksanakan pada bulan desember, denganpertimbangan sekaligus sebagai pesta
penutupan tahun (tahun baru). Kemudian sejak tahun 2009 hingga 2012erau digelar
pada bulan juli, dengan pertimbangan untuk menyesuaikan dengan jadwal liburan
anak sekolah. Hal ini tentu tidak lepas dari strategi pemerintahan daerah untuk
meningkatkan kunjungan wisatawan domestik, karena musim libur sekolah merupakan
saat paling tepat untuk liburan keluarga.
Festival
erau yang kini telah menjadi salah satu ikon pariwisata nasional, meskipun
identik dengan seni budaya keratin kutai kartanegara, tetapi dalam perkembangan
lebih lanjut, telah puladidukung oleh berbagai acara, aktraksi, dan
pertunjukan, baik yang masih berasal dari tradisi, maupun yang bersifat
kontemporer yang sesuai dengan perkembangan zamannya.
Diacara
erau ini, para tamu / undangan, masyarakat dan wisatawan selain dapat
menyaksikan aneka pertunjukan budaya dan seni tradisi yang masih tetap hidup
dan berkembang ditanah kutai. Disamping itu, juga ada aktraksi olah raga dan
aneka lomba tradisional yang menarik , dan unik. Sarana pameran pembangunan dan
pedagang aneka produkdan jasa juga disediakan dengan tatanan yang rapi. Bagi
masyarakat luas dan generasi muda secara khusus juga difasilitasi dengan pentas
musikmasa kini, atraksi komunitas, dan berbagai pertunjukan lainnya.
Saat ini
erau memang telah menjelma menjadi sebuah multi event, kalaborasi yang harmonis
antara tradisi yang masih terjaga dengan baik dan admosfir kekinian yang
dinamis. Karena pemerintahan kutai kartanegara kedepan memang ingin
menjadikanerau sebagai sebuah event budayan
yang memiliki ciri khas, berkarakter, dan memiliki daya tarik yang kuat
bagi para wisatawan, tidak hanya wisatawan lokal dan domestik, tapi juga wisatawan
mancanegara. Sehingga pada akhirnya diharapkan festival erau ini mampu memberi
andil yang positif bagi pertumbuhan dan pergerakan social ekonomi daerah.
Wahyu nur
yanti
Kelas: B
(regular)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar