Minggu, 22 Desember 2013

Tradisi Erau




 sejarah tradisi erau

           Erau  adalah salah satu kekayaan budaya Indonesia yang yang bersumber dari tradisi kesultanan kutai kartanegara ing martadipura yang dilaksanakan ratusan tahun yang lampau dengan tata cara dan ritual yang masih terjaga kemurnian dan filosofinya. Secara etimologis erau merujuk kepada bahasa lokal  / daerah etnis kutai dan disebut pula eroh, yang berarti ramai, hilir mudik, bergembira, berpestaria yang dilaksanakan secara adat oleh kesultanan/ kerabat kerjaan dengan maksud atau hajat tertentu dan diikuti oleh masyarakat umum  (menyeluruh)dalam wilayah administrative kerajaan / kesultanan.  

Dalam hakikatnya, erau pertama kali dilaksanakan padasekitar abadke-12, ketika aji batara agung dewasakti,putra tunggal dari  petinggi negeri jahitanlayar, menginjak usia 5 tahun. Pada saat itulah diadakan upacara tinjak tanah dan mendiketepian, sebagai pertanda bahwa beliau telah boleh keluar dari rumah dan bermain-main sebagaimana anak seusianya. Pada acara erau ini seluruh masyarakat bergembira-ria selama 40hari 40malam,berpesta dengan aneka  hidangan istimewa dan berbagai macam  hiburan. Setelah dewasa dan dikukuhkan sebagai raja kutai kartanegara yang pertama (1300-1325), juga diadakanupacara erau. Sejak itulah erau dengan segala bentuk keramaian dan ritual sakralnya selalu diadakan setiap terjadi penggantian atau penobatan raja-raja kutai kartanegara.

Pelaksanaan upacara erau dilakukan oleh kerabat keratin/ istana dengan mengundang seluruh tokoh pemuka masyarakat yang mengabdi kepada kerajaan. Merekadatang dari seluruh pelosok wilayah kerajaan dengan membawa bekal bahan makanan, ternak, buah-buahan, dan juga para seniman. Dalamupacara erau ini, raja/sultan serta kerabat keraton lainya memberikan jamuan makan kepada rakyat dengan memberikan pelayanan dengan sebaik-baiknya sebagai tanda terima kasih raja/sultan atas pengabdian rakyatnya.

Setelah berakhirnya masa pemerintahan kesultanan kutaikartanegara pada tahun 1960, wilayahnya menjadi daerah otonomi yakni kabupaten kutai. Tradisi erau tetap dipelihara dan dilestarikan oleh kerabat kesultanan, dalam lingkup terbatas. Pelaksanaan erau yang terakhir menurut tata cara kesultanan kutaikartanegara pada tahun 1965, ketika diadakan upacara pengangkatanputr mahkota kesultanan kutai kartanegara, aji pangeran adipatipraboeanoemsoeryaadingrat.

            Sedangkan erau sebagai upacara adat kutai dalam usaha pelestarian budaya dari pemda kabupaten kutai baru diadakan pada tahun 1971 atas prakarsa bupati kutai pada saat itu, drs. H. achmad dahlan. Upacara erau dilakanakan 2 tahun sekali dan dikaitkan dengan peringatan ulang tahun kota tenggarong yang berdirisejak 28 september 1782.  Atas petunjuk sultan kutai kartanegara  yang terakhir, sultan a.m parikesit, maka erau dapat dilaksanakan pemda kutai kartanegara dengan kewajiban untuk mengerjakan beberapa upacara adat tertentu, tidak boleh mengerjakan upacara tijak kepala dan pemberian gelar, dan beberapa kegiatan yang diperbolehkan seperti upacara adat lain dari suku dayak, kesenian dan olah raga/ ketangkasan. Dalam pengembangan berikutnya, upacara erauselain sebagai upacara penobatan raja/sultan, juga untuk pemberian gelar dari raja kepada tokoh atau pemuka masyarakat yang dianggap berjasa terhadap kerajaan.

   Pada saat ini erau adat dilingkup kesultanan kutaikartanegara bias dibedakan menjadi 3 yaitu:

Erau tepong tawar
Adalah erau adat yang dilaksanakan oleh kerabat keratin pada waktu tertentu (ditetapkan) berdasarkan keinginan (hajat) terhadap suatu pekerjaan. Dalam pelaksanaan ini raja bergerak bebas, artinya tidak melakukan batasan tertentu yang disebut “TUHING”.

Erau pelas tahun
 Adalah erau adat yang dilaksanakan oleh kerabat keratonberhubungan dengan aktivitas kehidupan rakyat (masyarakat) yang bertujuan untuk membersihkan segala macam hal yang mengganggu sumber-sumber kehidupan dipermukaan bumi dalam wilayah kesultanan.

Erau beredar dikutai
Adalah erau adat yang dilaksanakan oleh kerabat keraton dalam rangka pengukuhan, pengangkatan, penabalan, dan segala yang berkaitan dengan “ketahtaan” dikerajaan. Dalam pelaksanaan erau ini melakukan “tuhing” yaitu tidak menginjak tanah pada waktu tertentu, kecuali diatas kain alas bumi yang dihampar ketempat tujuan.

Dalam pelaksanaan eraudiera modern, pemerintah kabupaten kutai kartanegara telah beberapa kali merubah kebijakan berkait jadwal-jadwal pelaksanaan erau. Sejak tahun 1971, erau selaludilaksanakan pada bulan September, bersamaan dengan peringatan hari jadi kota tenggarong. Pada tahun 2004 dan 2008, erau dilaksanakan pada bulan desember, denganpertimbangan sekaligus sebagai pesta penutupan tahun (tahun baru). Kemudian sejak tahun 2009 hingga 2012erau digelar pada bulan juli, dengan pertimbangan untuk menyesuaikan dengan jadwal liburan anak sekolah. Hal ini tentu tidak lepas dari strategi pemerintahan daerah untuk meningkatkan kunjungan wisatawan domestik, karena musim libur sekolah merupakan saat paling tepat untuk liburan keluarga.

Festival erau yang kini telah menjadi salah satu ikon pariwisata nasional, meskipun identik dengan seni budaya keratin kutai kartanegara, tetapi dalam perkembangan lebih lanjut, telah puladidukung oleh berbagai acara, aktraksi, dan pertunjukan, baik yang masih berasal dari tradisi, maupun yang bersifat kontemporer yang sesuai dengan perkembangan zamannya.

Diacara erau ini, para tamu / undangan, masyarakat dan wisatawan selain dapat menyaksikan aneka pertunjukan budaya dan seni tradisi yang masih tetap hidup dan berkembang ditanah kutai. Disamping itu, juga ada aktraksi olah raga dan aneka lomba tradisional yang menarik , dan unik. Sarana pameran pembangunan dan pedagang aneka produkdan jasa juga disediakan dengan tatanan yang rapi. Bagi masyarakat luas dan generasi muda secara khusus juga difasilitasi dengan pentas musikmasa kini, atraksi komunitas, dan berbagai pertunjukan lainnya.

Saat ini erau memang telah menjelma menjadi sebuah multi event, kalaborasi yang harmonis antara tradisi yang masih terjaga dengan baik dan admosfir kekinian yang dinamis. Karena pemerintahan kutai kartanegara kedepan memang ingin menjadikanerau sebagai sebuah event budayan  yang memiliki ciri khas, berkarakter, dan memiliki daya tarik yang kuat bagi para wisatawan, tidak hanya wisatawan lokal dan domestik, tapi juga wisatawan mancanegara. Sehingga pada akhirnya diharapkan festival erau ini mampu memberi andil yang positif bagi pertumbuhan dan pergerakan social ekonomi daerah.

Wahyu nur yanti
Kelas: B (regular)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar